APA
YANG AKAN SAYA LAKUKAN UNTUK INDONESIA SETELAH SAYA LULUS
Apa yang akan saya lakukan
setelah lulus nanti adalah
membantu pemerintah untuk mempromosikan dan
mendukung gerakan membaca serta menyediakan bahan
bacaan berkualitas bagi seluruh rakyat Indonesia terutama di pedesaan yang
belum memiliki perpustakaan yang layak. Layak yang saya maksudkan adalah layak dari
segi fasilitas seperti buku dan ruangan dan memiliki koleksi buku dengan judul-judul
yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang ada di sekitarnya. Misalnya perpustakaan
yang berada di daerah pantai maka koleksi bukunya harus banyak yang terkait dengan
aktifitas di pantai atau laut seperti perikanan. Begitu pula apabila di dearah pegunungan
maka perpustakaan harus menyediakan buku-buku yang memiliki keterkaitan dengan aktifitas
masyarakat di sana, misalnya tentang cocok tanam karena mungkin sebagian besar pencaharian
warga setempat adalah bercocok tanam. Di samping itu, tentu saja perpustakaan harus
tetap memiliki koleksi buku bacaan
anak-anak sampai orang dewasa mengingat jenis perpustakaan ini
adalah perpustakaan umum yang sasaran penggunanya adalah seluruh warga yang ada
di daerah tersebut yang memiliki latar belakang yang tentunya beragam usia maupun profesinya.
Maka langkah pertama
yang akan saya lakukan adalah menempuh studi yang berkaitan dengan ilmu perpustakaan yaitu
master degree of library and information
science. Tentunya ini sangat penting mengingat saya belum memiliki latar belakang
studi yang kuat terkait bidang ilmu ini. Saya bercita-cita untuk mendapatkan
gelar profesor di bidang ilmu ini. Berawal dari kecintaan pada buku dan sadar bahwa
banyak manfaat dari membaca buku serta kondisi budaya baca di masyarakat kita masih
sangat rendah. Faktanya,
UNESCO mencatat indeks minat baca di Indonesia tahun 2012 hanya mencapai 0,001.
Artinya dalam setiap1.000 orang, hanya ada satu orang yang punya minat baca. Rata-rata
anak sekolah usia 6-18 tahun tidak membaca buku selama setahun. Lebih jauh lagi
UNESCO menemukan bahwa anak-anak Indonesia hanya membaca 27 halaman buku
per-tahun. Artinya bahwa anak-anak usia sekolah di Indonesia hanya mampu membaca
satu halaman buku selama 15 hari. Hasil tersebut didasarkan pada hasil survei minat
baca anak yang mereka lakukan dengan melihat jumlah bacaan buku referensi
(bukan buku paket sekolah) di seluruh dunia.
Kondisi di atas oleh Taufiq
Ismail, budayawan Indonesia, disebutnya sebgai tragedi nol buku. Perpustakaan sebagai salah satu dan paling utama
yang menunjang pembudayaan
kebiasaan membaca seharusnya mendapatkan perhatian yang
khusus. Tetapi lain halnya di negeriku ini. Jumlah perpustakaan yang ada di
Indonesia saat ini hanya 2.585 perpustakaan. Jika dihitung secara rasional dengan
jumlah penduduk yang berjumlah sekitar 250 juta jiwa, maka satu perpustakaan umum
harus sanggup melayani 85 ribu penduduk. Lebih parahnya lagi, menurut data yang
ada pada Badan Penelitian dan Pengembangan Perpustakaan Nasional tahun 2013
bahwa dari 64.000 desa yang ada di Indonesia ternyata hanya 22% saja yang
mempunyai perpustakaan dan dari 3.000 jumlah SD dan SLTP di Indonesia hanya 5%
yang memiliki perpustakaan. Maka tak mengherankan jika Organisasi Pengembangan Kerja
Sana Ekonomi (OECD) melansir bahwa budaya baca masyarakat Indonesia adalah yang
terendah di antara 52 negara di kawasan Asia Timur.
Saya berencana untuk melanjutkan
studi S2 ke Curtin University of Technology Australia pada program study
Librarianship and Information Management. Setelah selesai nanti saya akan aktif
menjadi peneliti yang berfokus pada segala hal yang berkaitan dengan perpustakaan. Saya sangat yakin bahwa hasil-hasil penelitian
ini akan memberikan sumbangsih yang besar bagi Indonesia. Melalui penelitian kita
dapat mengetahui kondisi sesungguhnya dari perpustakaan-perpustakaan yang ada
di Indonesia dengan segala macam persoalannya yang tentunya diharapkan dapat mendapatkan
solusi-solusi yang tepat pula. Maka 5 atau 10 tahun kedepan tidak boleh ada lagi
daerah-daerah yang tidak memiliki perpustakaan baik yang khusus seperti di
sekolah maupun yang umum seperti perpustakaan umum.
Saya memulai karir di
bidang perpustakaan di awal-awal
tahun perkuliahan ketika bertemu salah satu penggiat literasi
lokal, Neni Muhidin. Beliau memiliki perpustakaan pribadi yang bisa diakses
oleh masyarakat luas. Perpustakaan Mini Nemu Buku namanya atau biasa disingkat
PMNB. Saya menjadi sukarelawan selama 2 tahun (2011-2013) menjadi penjaga perpustakaan
di PMNB dengan ribuan koleksi bukunya. Kecintaan kepada buku inilah juga yang
mendorong saya untuk mengajak teman-teman di Lembaga Pers Silolangi FKIP Universitas Tadulako untuk
mendirikan perpustakaan alternatif
di kampus. Kami menamainya Pustaka Merah Biru yang launching pada bulan April tahun kemarin. Dengan 700-an judul buku,
kami berharap Pustaka Merah Biru dapat mengisi kegersangan koleksi-koleksi perpustakaan
yang ada di kampus bumi kaktus. Jayalah Indonesiaku!
0 komentar:
Posting Komentar